Senin, Juli 19, 2010

GNU Octave

Salah satu mata kuliah di Ilkom IPB adalah Analisis Numerik. Sebenarnya, mata kuliah ini merupakan mata kuliah interdepartemen dari departemen Matematika. Menurut keterangan di halaman ini, mata kuliah yang kadang disebut Anum ini akan membekali mahasiswa dengan pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar komputasi numerik dan penyelesaian masalah secara numerik, serta kemampuan untuk memilih metode numerik yang tepat dan menggunakannya untuk menyelesaikan beberapa jenis masalah.

Terdapat praktikum pada mata kuliah ini. Aplikasi yang digunakan adalah MATLAB, yaitu sebuah software dengan lingkungan komputasi numerik yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti makan dan MCK menghitung manipulasi matriks, plotting fungsi, dan penerapan suatu algoritma. Daftar fiturnya bisa dilihat di sini.

Jika kita melihat fiturnya, tentunya kita tergiur untuk memiliki aplikasi ini. Tetapi, satu hal yang agak mengganjal untuk memiliki aplikasi ini adalah aplikasi ini berbayar, dan harganya lumayan tinggi (daftar harganya bisa dilihat dimana-mana, salah satunya di sini), agak kurang cocok untuk kantong mahasiswa seperti saya :). Memang sih, ada yang PE a.k.a "pirated edition". Tapi, sekarang saya sedang mencoba untuk mengurangi ketergantungan kepada software demikian. Bisa-bisa, kalau saya masih tergantung dengan software yang seperti itu, semua kerjaan saya tidak berkah... :)

Lalu, apa dong solusinya? Masak nggak jadi praktikum karena nggak punya softwarenya?

Ternyata, ada juga solusi untuk permasalahan ini dari "kubu" Open Source Software. GNU Octave adalah sebuah software Open Source yang dimaksudnya utamanya untuk komputasi numerik. Bahkan, menurut web resminya, aplikasi ini dapat melakukan komputasi numerik yang kompatibel dengan MATLAB. Aplikasi ini dibuat untuk platform Linux. Satu kekurangan yang cukup mencolok, aplikasi ini berbasis CLI, bukan GUI. Ya udahlah, gapapa, yang penting bisa dipake.

Karena defaultnya Octave buat Linux, maka target berikutnya adalah mencari versi Windowsnya (maklum, masih main di Windows... :p). Ternyata di web resminya juga ada link menuju ke installer buat Windows :D. Yaudah, langsung download, terus instal deh...

Katanya, ada versi GUI dari Octave, namanya QtOctave. Kalau dari Linux, gampang nginstalnya, karena program ini bisa diinstal dari software centernya. Kalo buat Windows, setelah beberapa lama mencari, ternyata ada juga. Dapetnya dari sini. Setelah diextract ke foldernya Octave (QtOctave ini bukan installer, tapi tambahan buat Octave, bentuknya zip-zipan), baru deh keliatan GUI-nya. Mirip MATLAB yang asli loh... :p

Untuk Anda yang ingin mencari ulasan mengenai aplikasi ini di Linux, bisa dilihat di sini. Nah, berikut ini ada beberapa tangkapan layar dari Octave dan QtOctave yang dijalankan di Windows Seven.

Tampilan GNU Octave, yang full CLI.Tampilan GNU Octave, yang full CLI.

Tampilan QtOctave yang full GUI.Tampilan QtOctave yang full GUI.

Rabu, Juli 07, 2010

Ngebolang The Trilogy [Part 3]

Ngebolang Part 3: "Hutan" IPB

// Sambungan dari Ngebolang Part 2: Jakarta

Kisah ngebolang di hari Sabtu tanggal 3 Juli 2010 ini diawali dari rencana panitia MPD (Masa Perkenalan Departemen) Ilmu Komputer, Grafity 4.6, yang akan mengadakan outbond, sebagai salah satu rangkaian dari acara pra MPD. Sebagaimana biasa, ketika akan diadakan acara outbond, tentunya panitia perlu menyiapkan jalur yang akan digunakan sebagai arena outbond. Sebelumnya jalur untuk outbond ini sudah "ditemukan" oleh panitia, akan tetapi waktu itu hanya Co (Koordinator-pen) divisi MPD saja yang telah melaluinya. Nah, pada hari Sabtu itu, dikumpulkanlah semua panitia MPD untuk ikut menjelajah jalur tersebut, agar para panitia tahu jalur mana yang digunakan.

Untuk masalah tempat outbond, kami tidak terlalu pusing memikirkannya. Pasalnya, sisi lain kompleks kampus IPB Dramaga masih berupa hutan. Tepatnya di wilayah Barat kampus. Selain itu, juga terdapat sungai dan persawahan milik penduduk yang ada di dekat kompleks "hutan" tersebut. Kombinasi tersebut menjadikan sisi lain kampus IPB ini menjadi tempat yang sangat pas untuk dijadikan tempat outbond.

Menurut jadwal yang dibuat sejak awal, panitia diminta untuk berkumpul di Pojok MIPA pada jam 6. Ketika saya datang ke TKP, sekitar jam 6.15, baru beberapa orang saja yang datang. Bahkan sang ketua MPD dan Co divisi Acara, sang penyelenggara acara ini, pun belum datang. Satu pertanyaanpun timbul, apa mereka kecapekan ya, mengingat mereka berdua juga ikut ngebolang di Jakarta pada hari sebelumnya. Setelah hampir satu jam berselang, panitia yang datang tak terlalu banyak. Bahkan, jumlahnya tak sampai mencapai setengah dari jumlah seluruh panitia MPD. Karena waktu yang semakin siang, maka sejumlah orang inipun berangkat menuju medan perang outbond.

Perjalanan outbond ini dimulai dari sebelah Utara Masjid Al Hurriyyah, yang kebetulan sudah termasuk kawasan "hutan". Setelah sedikit mendengarkan pengarahan dan dibagi kelompok jalan, rombonganpun berangkat menembus hutan. Saya berada di kelompok belakang, yang juga bertugas menandai jalan yang dilalui. Kondisi tanah di hutan agak licin, karena menurut keterangan tadi malamnya turun hujan yang cukup deras. Akibatnya, baru beberapa meter berjalan, seorang teman sudah terpeleset. Dan ini berlangsung berkali-kali selama perjalanan. Menurut saya, ada beberapa hal yang membuatnya menjadi "vulnerable" (baca: gampang terpeleset), yaitu badannya yang besar, barang bawaannya yang cukup berat, dan sandal yang dipakainya (padahal udah disuruh pakai sepatu), yang alasnya sudah cukup tipis sehingga ยตk-nya menjadi kecil dan menyebabkan dirinya menjadi gampang terpeleset.

Setelah berjuang menembus hutan dan sedikit bernarsis ria untuk memberdayakan divisi PDD :p, tibalah kami di bawah Asrama Putra TPB. Disana kami bertemu dua orang teman lagi, yang kemudian ikut ngebolang bersama kami. Saya kira hanya sampai disitu saja merambah hutannya. Ternyata, ada acara merambah hutan "sesi dua". Dan ternyata juga, jarak yang ditempuh lebih jauh dari "hutan" pertama, dan medannya lebih "mantap". Tanpa membuang banyak waktu, langsung saja kami menyambangi "hutan" tersebut. Dan seperti biasa, saya ada di barisan belakang. Di kawasan ini, penanda jalan merupakan hal yang sangat diperlukan, karena cukup banyak jalan yang bercabang. Disini juga kami sempat tersesat karena sang penunjuk jalan agak lupa dengan trek yang sudah ditetapkan sebelumnya. Tak lupa, teman kami yang bersandal, juga beberapa dari kami, beberapa kali melakukan "sliding tackle" (baca: terpeleset).

Keluar dari "hutan", kami menyeberang sungai menuju persawahan milik penduduk sekitar kampus. Persawahan tersebut tidak termasuk ke dalam kawasan kampus IPB Dramaga. Karena semalam hujan cukup deras, maka arus sungai menjadi agak deras. Walhasil, kami harus hati-hati dalam mengarunginya. Untung saja di sekitar "area penyeberangan" terdapat beberapa batu besar, sehingga kami menjadi agak tertolong. Selesai mengarungi sungai, kami melanjutkan perjalanan dengan menyusuri sawah penduduk. Disana ada beberapa orang panitia yang kembali bernarsis ria *biasa lah...*. Setelah puas menyusuri persawahan, kami kembali menyeberang sungai. Bukan melalui jalan yang tadi, tetapi melalui jalan yang satunya.

Jalan yang satunya ini agaknya lebih lebar jika dibandingkan dengan jalan sebelumnya. Makanya, kami menjadi lebih hati-hati ketika menyeberang. Sempat juga terjadi suatu kejadian yang tidak diinginkan. HP dari seorang teman terjatuh dengan tidak sengaja. Walhasil beberapa orang ikut membantu si empunya HP untuk mencari si HP yang malang, sementara yang lain meneruskan perjalan menyeberangi sungai. Setelah beberapa lama mencari, akhirnya si HP ditemukan juga dan kemudian semua orang berjoget-joget sambil berterak "berhasil, berhasil" a la Dora. Kemudian, orang-orang meneruskan penyeberangan, dan berakhirlah sesi menyeberang sungai.

Setelah kembali ke sisi IPB (baca: seberang sungai), sekitar jam 9, kamipun beristirahat dan sarapan. Setelah selesai sarapan dan beristirahat, kami kembali ke peradaban lingkungan kampus. Sebelum benar-benar meninggalkan kawasan tersebut, beberapa orang teman menghadiahi siraman air sungai kepada seorang teman yang *katanya* berulang tahun. Seperti biasa, saya cuma jadi spectator :).

Setelah itu, diadakan evaluasi dari kegiatan hari itu di pelataran parkir Masjid Al Hurriyyah. Beberapa poin dibahas disini, yaitu kehadiran panitia yang hanya segelintir orang, kesiapan panitia dalam mengatasi medan, dan beberapa hal lain yang sekiranya perlu dibahas. Akhirnya, acara hari itu benar-benar selesai sekitar jam 11.15, dan kemudian para panitia bubar dan pulang ke tempat masing-masing.

Setelah kejadian hari itu, saya dapat menyimpulkan beberapa hal. Ketika kita ber-outbond ria,
  • Jangan pernah beralas kaki sandal, apalagi yang alasnya sudah tipis
  • Jangan mengenakan pakaian putih, karena rentan kotor
  • Jangan menggunakan HP ketika sedang berada di permukaan air
  • Gunakanlah alas kaki khusus
  • Dan lain-lain


Jika ada peserta MPD Grafity 4.6 yang membaca posting ini, ayo ikutan menjelajah sisi lain kampus IPB Dramaga, tentunya ketika waktunya telah tiba (baca: liat jadwal dari divisi acara). Mantap loh medannya. Insya Allah acaranya asyik.
Jika ada peserta MPD Grafity 4.6 yang membaca posting ini dan ternyata tidak ikut outbond, awas saja...

=================================
Akhirnya, beres juga triloginya... :)

Senin, Juli 05, 2010

Ngebolang The Trilogy [Part 2]

Ngebolang Part 2: Jakarta

// Sambungan dari Ngebolang Part 1: Botani Square

Kisah ngebolang di hari Jum'at, 2 Juli 2010, ini bermula dari sebuah SMS jarkom (jejaring komunikasi?) yang agak "aneh" dari sang Komti Ilkom 45. Isinya (dimodif dari SMS yang asli):
"Yang mau ikut ke PRJ Sabtu, 020710 kumpul di BNI Center abis Sholat Jum'at"

Langsung timbul pertanyaan di benak saya:
- Hah? Sabtu kok tanggal 2 Juli?
- BNI Center? Belah mana tuh?
- Kumpulnya Sabtu, setelah Jum'atan?


Singkat cerita, ketemulah tempat ngumpul yang sebenarnya, yaitu depan BNI. Waktu saya sampai di TKP, pada jam 1 siang, sudah datang empat orang. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya terkumpullah sembilan orang, dan kemudian langsung berangkat menuju Stasiun Bogor. Karena saya menggunakan motor, maka saya mendahului yang lain dan tiba di stasiun lebih awal. Setelah konfirmasi ke rombongan berangkot (baca: orang-orang yang naik angkot), diketahui ada seorang teman yang sudah menunggu di stasiun. Akan tetapi, sampai rombongan tiba di stasiun, saya belum bertemu dengan si teman yang satu itu. Ternyata, dia berada di sisi stasiun dekat Jalan Mayor Oking, sementara kami berada di sisi dekat Jalan Nyi Raja Permas. Konon, karena menunggu si teman yang satu ini, kami jadi terlambat untuk naik kereta Pakuan Ekspres yang berangkat jam 2. Walhasil, kami menunggu kereta Pakuan Ekspres berikutnya, yang berangkat jam 3.

Awalnya, kami berencana akan naik kereta sampai Stasiun Kota, kemudian dilanjutkan dengan naik mikrolet menuju ke PRJ. Sambil menunggu kereta, teman lain yang juga akan ke PRJ dari Jakarta menyarankan agar kami berkereta sampai Stasiun Gambir saja, karena dari Monas ada bis yang akan mengantarkan menuju PRJ dan, yang paling penting, tidak dipungut biaya alias GRATIS. Akhirnya, dipilihlah pilihan kedua.

Sebenarnya, ada seorang teman lagi yang berjanjian bertemu di stasiun tempat kami turun dari kereta. Akan tetapi, karena terjadi miskomunikasi antara kami dengan teman tersebut, dia jadi turun di stasiun yang salah. Mau tak mau kami harus menunggu teman tersebut di Gambir. Sembari menunggu teman tersebut, beberapa orang dari kami berangkat menuju tempat pemberangkatan bis-gratis-menuju-PRJ, karena menurut info dari teman yang lain, untuk dapat menaiki bis tersebut diperlukan semacam tiket khusus.

Sekitar jam 5, bis-gratis-menuju-PRJ datang. Bagi calon penumpang yang sudah memegang tiket, dapat langsung mengantri untuk naik bis. Bagi calon penumpang yang belum mendapatkan tiket, dapat mengantri untuk mendapatkan tiket. Kamipun "meminta" sebelas tiket. Tak lama kemudian, rombongan-yang-menanti-teman-yang-salah-turun tiba di tempat pemberangkatan bis. Sambil menunggu bis, kami membahas perjalanan kami sejak dari Bogor hingga sampai ke tempat tersebut. Sempat dalam percakapan tersebut, kami saling menyalahkan satu sama lain, bahkan sempat menyalahkan teman yang menyumbangkan saran dan sedang tidak bersama kami, karena saran teman tersebut membuat perjalanan kami dirasa menjadi tidak efektif. Akhirnya, adzan Maghribpun berkumandang.

Setelah menunaikan shalat Maghrib, bis-gratis-menuju-PRJ datang lagi. Kami bersepuluh langsung bergegas kembali menuju tempat pemberangkatan. Ups, sepuluh orang? Ya, karena ternyata teman kami yang satu belum sempat menunaikan shalat. Karena tak ingin berpisah *deuh, bahasanya*, sang supir bis dan kondekturnya diminta untuk menunggu teman kami yang sedang shalat itu. Sempat terjadi "ketegangan" di dalam diri kami, bertanya-tanya apakah teman kami tersebut dapat berangkat bersama kami. Akhirnya, sang teman bisa berangkat bersama.

Perjalanan menuju PRJ menggunakan bis tersebut memakan waktu sekitar 35 menit. Kami sampai di PRJ sekitar jam 7 malam. Setelah membeli tiket, kami memulai petualangan di PRJ. Sedikit berkeliling, kami memutuskan untuk makan malam terlebih dahulu. Ketika sedang makan, kami bertemu dengan teman yang sebelumnya memberikan info tentang perjalanan ke PRJ. Setelah makan, kami berpencar untuk mengelilingi PRJ. Rombongan saya pergi menuju pameran komputer, sementara yang lain pergi menuju pameran yang lain. Sampai di pameran komputer, tampak pemandangan seperti yang terdapat pada acara Indocomtech dan yang semacamnya. Ada stand vendor komputer, laptop, toko asal Mangga Dua, dan lain-lain.

Setelah puas berkeliling, melihat-lihat, dan tentunya berbelanja, kamipun pulang. Ternyata tak semua dari anggota rombongan pulang ke Bogor. Ada juga yang pulang ke rumahnya yang ada di Jakarta. Akhirnya hanya sebelas orang yang pulang ke Bogor. Kami bersebelas tidak naik bis gratis dengan alasan waktu tunggu yang cukup lama. Sebagai gantinya, kami naik taksi menuju Stasiun Kota, untuk mengejar kereta terakhir menuju Bogor. Kami menyewa dua taksi. Karena kami bersebelas, maka ada taksi yang berisi lima orang dan enam orang (supir tidak dihitung).

Kami sampai di Stasiun Kota sekitar jam 10, sementara kereta ekonomi AC terakhir menuju Bogor berangkat jam setengah 11. Sambil menunggu, beberapa dari kami menumpang untuk menonton pertandingan Piala Dunia antara Belanda dan Brazil, yang akhirnya dimenangkan oleh Belanda, di pos satpam. Lalu, kereta yang dimaksud pun datang. Ternyata, masih banyak penumpang yang naik ke kereta tersebut. Apa karena itu adalah kereta terakhir ya?

Perjalanan dari Kota menuju Bogor memakan waktu sekitar satu setengah jam. Ketika sampai di Bogor, jam di HP menunjukkan jam dua belas lebih lima. Kamipun berpisah untuk pulang menuju tempat masing-masing. Sampai di rumah, aku tak langsung tidur, karena harus mempersiapkan segala sesuatu menjelang ngebolang jilid tiga, di sekitar kampus IPB. Setelah semuanya beres, barulah aku beristirahat.

// Berikutnya -> Ngebolang Part 3: "Hutan" IPB

Ngebolang The Trilogy [Part 1]

Jangan kaget bila Anda melihat judul posting kali ini, yang mungkin Anda rasa agak "aneh".

Ya, judul posting kali ini memang agak aneh sekali, karena yang mem-post juga orang aneh, jadi harap maklum.
*apaansih?*

Kali ini saya ingin berbagi cerita tentang apa yang terjadi dengan saya dan teman-teman dalam kurun waktu tiga hari, terhitung sejak tanggal 1 sampai 3 Juli 2010. Yah, sebut saja ini adalah cara saya mengisi liburan kuliah reguler... :)
Berhubung ceritanya agak panjang *halah*, maka saya membaginya menjadi tiga bagian, dan ini adalah bagian pertamanya.

Oke, here we go.


==================================

Ngebolang Part 1: Botani Square

Kisah ngebolang pertama ini bermula dari ajakan seorang teman TPB untuk kumpul lagi. Maklum, sudah agak lama kami - saya dan yang lain - tidak "bermain" bersama, dikarenakan perbedaan jarak dan waktu Departemen dan kesibukan. Acara kumpul-lagi ini berupa nonton bareng film layar lebar di salah satu bioskop ternama di Bogor, sebut saja Botani Square XXI *halah*.

Awalnya, kami akan menonton film Toy Story 3D, yang diputar pada jam 7 malam. Mengapa malam? Karena ada beberapa orang dari kami (termasuk saya) yang mengambil mata kuliah SP, dan ada yang dapat jadwal praktikum jam 3 sore. Jadi, jika ingin menonton di bioskop bareng-bareng, mau tak mau kami harus memilih sesi malam.

Singkat cerita, tibalah hari Kamis. Ternyata, dari sepuluh sembilan orang yang disurvei diajak, hanya empat yang menyatakan bisa ikutan. Walhasil hanya lima orang yang pergi. Karena saya iseng ngajak adik untuk ikutan nonton juga, jadinya yang berangkat ada enam orang. Mengenai pemberangkatan ke TKP, terdapat beberapa perbedaan. Saya yang kebagian praktikum MK SP jam 1, dengan beberapa alasan, memilih untuk pulang terlebih dahulu sebelum berangkat ke Botani Square. Seorang lagi berangkat dari Ekalokasari Plaza. Sementara itu, yang lain berangkat dari kampus setelah selesai praktikum.

Saya berangkat bareng adik habis Maghrib, begitu juga dengan teman yang satu itu *yang mana?*, sementara yang lain sudah berangkat sejak jam setengah enam. Ketika saya sudah sampai setengah perjalanan, tiba-tiba teman yang berangkat dari kampus nge-SMS, bertanya apakah ada sesi pemutaran selain jam 7, karena mereka masih berada di Laladon, sementara waktu itu sudah jam setengah tujuh. Menurut info adik, ada pemutaran jam 9. Walhasil, untuk sementara, sesi itulah yang dipilih.

Setelah sampai di TKP, bertemu teman yang satu itu *haduhaduh...*, dan berdiskusi mengenai film yang akan ditonton, akhirnya kami berganti haluan. Tidak jadi menonton Toy Story 3D, dan menonton Tanah Air Beta. Pertimbangannya, film tersebut diputar lebih awal daripada Toy Story 3D untuk waktu pemutaran sekitar jam 9.

Singkat cerita, tibalah waktu pemutaran film tersebut. Film yang berdurasi sekitar satu setengah jam ini *beneran loh, soalnya ane itung durasinya... :p* berlatar cerita keadaan Timor Timur beberapa waktu setelah terjadi jajak pendapat di tahun 1999, yang menyebabkan berpisahnya Timor Timur berpisah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Diceritakan banyak keluarga yang menjadi terpisah hidupnya, kehilangan anggota keluarga yang lain.

Selesai pemutaran film, kami keluar dari bioskop. Pemandangan yang tak biasa kami dapati. Keadaan Botani Square sudah tak seperti satu setengah jam yang lalu. Keadaannya sudah sepi. Sudah banyak toko yang tutup, banyak orang yang meninggalkan Botani Square *baca: pulang*, dan lain sebagainya. Karena tak ada yang akan dikerjakan bersama lagi, maka kami pulang ke tempat masing-masing.


// Berikutnya-> Ngebolang Part 2: Jakarta